Senin, 31 Maret 2014

tugas IBD



KEMBALIKAN INDONESIA KE INDONESIA
Sejarah Timor Leste
Sejarah Timor Leste berawal dengan kedatangan orang Australoid dan Melanesia. Orang dari Portugal mulai berdagang dengan pulau Timor pada awal abad ke-15 dan menjajahnya pada pertengahan abad itu juga. Setelah terjadi beberapa bentrokan dengan Belanda, dibuat perjanjian pada 1859 di mana Portugal memberikan bagian barat pulau itu. Jepang menguasai Timor Timur dari 1942 sampai 1945, namun setelah mereka kalah dalam Perang Dunia II Portugal kembali menguasainya.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/5/53/Koramil-Polsek-Building-Metinaro-Timor-Leste-2009.JPG/256px-Koramil-Polsek-Building-Metinaro-Timor-Leste-2009.JPG
http://bits.wikimedia.org/static-1.23wmf19/skins/common/images/magnify-clip.png
Reruntuhan bekas Polsek dan Koramil di Metinaro, yang hancur lebur diamuk massa.
Pada tahun 1975, ketika terjadi Revolusi Bunga di Portugal dan Gubernur terakhir Portugal di Timor Leste, Lemos Pires, tidak mendapatkan jawaban dari Pemerintah Pusat di Portugal untuk mengirimkan bala bantuan ke Timor Leste yang sedang terjadi perang saudara, maka Lemos Pires memerintahkan untuk menarik tentara Portugis yang sedang bertahan di Timor Leste untuk mengevakuasi ke Pulau Kambing atau dikenal dengan Pulau Atauro. Setelah itu FRETILIN menurunkan bendera Portugal dan mendeklarasikan Timor Leste sebagai Republik Demokratik Timor Leste pada tanggal 28 November 1975. Menurut suatu laporan resmi dari PBB, selama berkuasa selama 3 bulan ketika terjadi kevakuman pemerintahan di Timor Leste antara bulan September, Oktober dan November, Fretilin melakukan pembantaian terhadap sekitar 60.000 penduduk sipil (sebagian besarnya adalah pendukung faksi integrasi dengan Indonesia). Dalam sebuah wawancara pada tanggal 5 April 1977 dengan Sydney Morning Herald, Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik mengatakan bahwa "jumlah korban tewas berjumlah 50.000 orang atau mungkin 80.000". Tak lama kemudian, kelompok pro-integrasi mendeklarasikan integrasi dengan Indonesia pada 30 November 1975 dan kemudian meminta dukungan Indonesia untuk mengambil alih Timor Leste dari kekuasaan FRETILIN yang berhaluan Komunis.
Ketika pasukan Indonesia mendarat di Timor Leste pada tanggal 7 Desember 1975, FRETILIN didampingi dengan ribuan rakyat mengungsi ke daerah pegunungan untuk untuk melawan tentara Indonesia. Lebih dari 200.000 orang dari penduduk ini kemudian mati di hutan karena pemboman dari udara oleh militer Indonesia serta ada yang mati karena penyakit dan kelaparan. Banyak juga yang mati di kota setelah menyerahkan diri ke tentara Indonesia, namun Tim Palang Merah International yang menangani orang-orang ini tidak mampu menyelamatkan semuanya.
Selain terjadinya korban penduduk sipil di hutan, terjadi juga pembantaian oleh kelompok radikal FRETILIN di hutan terhadap kelompok yang lebih moderat. Sehingga banyak juga tokoh-tokoh FRETILIN yang dibunuh oleh sesama FRETILIN selama di Hutan. Semua cerita ini dikisahkan kembali oleh orang-orang seperti Francisco Xavier do Amaral, Presiden Pertama Timor Lesta yang mendeklarasikan kemerdekaan Timor Leste pada tahun 1975. Seandainya Jenderal Wiranto (pada waktu itu Letnan) tidak menyelamatkan Xavier di lubang tempat dia dipenjarakan oleh FRETILIN di hutan, maka mungkin Xavier tidak bisa lagi jadi Ketua Partai ASDT di Timor Leste Sekarang.
Selain Xavier, ada juga komandan sektor FRETILIN bernama Aquiles yang dinyatakan hilang di hutan (kemungkinan besar dibunuh oleh kelompok radikal FRETILIN). Istri komandan Aquilis sekarang ada di Baucau dan masih terus menanyakan kepada para komandan FRETILIN lain yang memegang kendali di sektor Timur pada waktu itu tentang keberadaan suaminya.
Selama perang saudara di Timor Leste dalam kurun waktu 3 bulan (September-November 1975) dan selama pendudukan Indonesia selama 24 tahun (1975-1999), lebih dari 200.000 orang dinyatakan meninggal (60.000 orang secara resmi mati di tangan FRETILN menurut laporan resmi PBB). Selebihnya mati ditangan Indonesia saat dan sesudah invasi dan adapula yang mati kelaparan atau penyakit. Hasil CAVR menyatakan 183.000 mati di tangan tentara Indonesia karena keracunan bahan kimia dari bom-bom napalm, serta mortir-mortir.
Timor Leste menjadi bagian dari Indonesia tahun 1976 sebagai provinsi ke-27 setelah gubernur jendral Timor Portugis terakhir Mario Lemos Pires melarikan diri dari Dili setelah tidak mampu menguasai keadaan pada saat terjadi perang saudara. Portugal juga gagal dalam proses dekolonisasi di Timor Portugis dan selalu mengklaim Timor Portugis sebagai wilayahnya walaupun meninggalkannya dan tidak pernah diurus dengan baik.
Amerika Serikat dan Australia "merestui" tindakan Indonesia karena takut Timor Leste menjadi kantong komunisme terutama karena kekuatan utama di perang saudara Timor Leste adalah Fretilin yang beraliran Marxis-Komunis. AS dan Australia khawatir akan efek domino meluasnya pengaruh komunisme di Asia Tenggara setelah AS lari terbirit-birit dari Vietnam dengan jatuhnya Saigon atau Ho Chi Minh City.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/8/8f/East_Timor_Demo.jpg/200px-East_Timor_Demo.jpg



Salah satu demonstrasi di Australia yang menentang kependudukan Indonesia di Timor Timur
Namun PBB tidak menyetujui tindakan Indonesia. Setelah referendum yang diadakan pada tanggal 30 Agustus 1999, di bawah perjanjian yang disponsori oleh PBB antara Indonesia dan Portugal, mayoritas penduduk Timor Leste memilih merdeka dari Indonesia. Antara waktu referendum sampai kedatangan pasukan perdamaian PBB pada akhir September 1999, kaum anti-kemerdekaan yang konon didukung Indonesia mengadakan pembantaian balasan besar-besaran, di mana sekitar 1.400 jiwa tewas dan 300.000 dipaksa mengungsi ke Timor barat. Sebagian besar infrastruktur seperti rumah, sistem irigasi, air, sekolah dan listrik hancur. Pada 20 September 1999 pasukan penjaga perdamaian International Force for East Timor (INTERFET) tiba dan mengakhiri hal ini. Pada 20 Mei 2002, Timor Timur diakui secara internasional sebagai negara merdeka dengan nama Timor Leste dengan sokongan luar biasa dari PBB. Ekonomi berubah total setelah PBB mengurangi misinya secara drastis.
Semenjak hari kemerdekaan itu, pemerintah Timor Leste berusaha memutuskan segala hubungan dengan Indonesia antara lain dengan mengadopsi Bahasa Portugis sebagai bahasa resmi dan mendatangkan bahan-bahan kebutuhan pokok dari Australia sebagai "balas budi" atas campur tangan Australia menjelang dan pada saat referendum. Selain itu pemerintah Timor Leste mengubah nama resminya dari Timor Leste menjadi Republica Democratica de Timor Leste dan mengadopsi mata uang dolar AS sebagai mata uang resmi yang mengakibatkan rakyat Timor Leste menjadi lebih krisis lagi dalam hal ekonomi













PAHLAWAN NASIONAL FAVORIT

Soekarno


http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/01/Presiden_Sukarno.jpg/200px-Presiden_Sukarno.jpg
Dr.(HC) Ir. Soekarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir di SurabayaJawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 19451966. Ia memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya—berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan Darat—menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan Soeharto menggantikannya sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.



Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Koesno Sosrodihardjo oleh orangtuanya.Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya.[6][8] Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".
Di kemudian hari ketika menjadi presiden, ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda) Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.

Achmed Soekarno

Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Denmark dan bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika menunaikan ibadah haji. Dalam beberapa versi lain disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.

Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai.[6] Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali.[6] Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu, sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam.[6] Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir.[10] Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.[6]
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut.[6] Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.[10] Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS).[6] Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur.[6] Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto.[6] Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya.[6] Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918.Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/8/82/Sukarno_HBS.png/150px-Sukarno_HBS.png

Soekarno sewaktu menjadi siswa HBS Soerabaja
Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921, bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921, setelah dua bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembalidan tamat pada tahun 1926Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya. Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama penting peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang Jawa". Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo, selain itu ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang.
Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
Bung Karno adalah presiden pertama Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek alumni dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1926

Pengaruh Terhadap Karya Arsitektural Semasa Menjadi Presiden

Semasa menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya arsitektur yang dipengaruhi atau dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan secara maraton dari bulan Mei sampai Juli pada tahun 1956 ke negara-negara Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman Barat, dan Swiss. Membuat cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya dalam menata Indonesia secara holistik dan menampilkannya sebagai negara yang baru merdeka. Soekarno membidik Jakarta sebagai wajah (muka) Indonesia terkait beberapa kegiatan berskala internasional yang diadakan di kota itu, namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang diharapkan sebagai pusat pemerintahan di masa datang. Beberapa karya dipengaruhi oleh Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya dengan beberapa arsitek seperti Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu beberapa arsitek junior untuk visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga dibuat melalui sayembara[24]
  • Masjid Istiqlal 1951
  • Monumen Nasional 1960
  • Gedung Conefo
  • Gedung Sarinah
  • Wisma Nusantara
  • Hotel Indonesia 1962
  • Tugu Selamat Datang
  • Monumen Pembebasan Irian Barat
  • Patung Dirgantara
  • Tahun 1955 Ir. Soekarno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan sebagai seorang arsitek, Soekarno tergerak memberikan sumbangan ide arsitektural kepada pemerintah Arab Saudi agar membuat bangunan untuk melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam bangunan dua lantai. Pemerintah Arab Saudi akhirnya melakukan renovasi Masjidil Haram secara besar-besaran pada tahun 1966, termasuk pembuatan lantai bertingkat bagi umat yang melaksanakan sa’i menjadi dua jalur dan lantai bertingkat untuk melakukan tawaf
  • Rancangan skema Tata Ruang Kota Palangkaraya yang diresmikan pada tahun 1957

Masa pergerakan nasional

Soekarno untuk pertama kalinya menjadi terkenal ketika dia menjadi anggota Jong Java cabang Surabaya pada tahun 1915. Bagi Soekarno sifat organisasi tersebut yang Jawa-sentris dan hanya memikirkan kebudayaan saja merupakan tantangan tersendiri. Dalam rapat pleno tahunan yang diadakan Jong Java cabang Surabaya Soekarno menggemparkan sidang dengan berpidato menggunakan bahasa Jawa ngoko (kasar). Sebulan kemudian dia mencetuskan perdebatan sengit dengan menganjurkan agar surat kabar Jong Java diterbitkan dalam bahasa Melayu saja, dan bukan dalam bahasa Belanda. [26]
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo.[6] Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927.[14] Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada tanggal 29 Desember 1929 di Yogyakarta dan esoknya dipindahkan ke Bandung, untuk dijebloskan ke Penjara Banceuy. Pada tahun 1930 ia dipindahkan ke Sukamiskin dan pada tahun itu ia memunculkan pledoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat (pledoi), hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.

Masa penjajahan Jepang

Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memerhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memerhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur, dan lain-lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerja sama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerja sama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945, dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang, antara lain dalam kasus romusha.

Masa Perang Revolusi

Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu (di bawah Inggris), meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah menjadi semipresidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.

Masa kemerdekaan


Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat di kalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang memercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasasila Bandung. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang mengubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam penyelesaian konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).

Masa Keterpurukan


Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya. Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan. Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden. Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan
Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV MPRS. Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni 1966. MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut. Pidato "Pelengkap Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.
Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya

Sakit hingga meninggal


Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964. Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional. Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik. Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi. Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan. Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.
Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai berikut:
  1. Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
  2. Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
  3. Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintahan Presiden Soeharto memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno. Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun 1970Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya bersebelahan dengan makam ibunyaUpacara pemakaman Soekarno dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara. Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.

Peninggalan


Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka Kantor Filateli Jakarta menerbitkan prangko "100 Tahun Bung Karno".[10] Prangko yang diterbitkan merupakan empat buah prangko berlatar belakang bendera Merah Putih serta menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia. Prangko pertama memiliki nilai nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun 1920-an terpampang di atasnya. Sementara itu, prangko yang ketiga memiliki nominal Rp900 serta menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI. Prangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp1000. Keempat prangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum Peruri. Selain prangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima macam kemasan prangko, album koleksi prangko, empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.
Prangko yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008. Prangko tersebut menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro. Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.
Nama Soekarno pernah diabadikan sebagai nama sebuah gelanggang olahraga pada tahun 1958. Bangunan tersebut, yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno, didirikan sebagai sarana keperluan penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta. Pada masa Orde Baru, kompleks olahraga ini diubah namanya menjadi Gelora Senayan. Tapi sesuai keputusan Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali pada nama awalnya yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno. Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang jasa Bung Karno.
Setelah kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua di antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan pemahaman yang diajarkan Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati Soekarnoputri, anak ke tiga Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie meresmikan Universitas Bung Karno yang secara resmi meneruskan pemikiran Bung Karno, Nation and Character Building kepada mahasiswa-mahasiswanya.
Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan melestarikan benda-benda seni maupun nonseni kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978 oleh delapan putra-putri Soekarno yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra, dan Kartika Sari Dewi Soekarno. Pada tahun 2003, Yayasan Bung Karno membuka stan di Arena Pekan Raya Jakarta. Di stan tersebut ditampilkan video pidato Soekarno berjudul "Indonesia Menggugat" yang disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno menjadi presiden. Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai cenderamata Soekarno dijual di stan tersebut. Di antaranya adalah kaus, jam emas, koin emas, CD berisi pidato Soekarno, serta kartu pos Soekarno.
Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku memiliki harta benda warisan Soekarno. Soenuso mengaku merupakan mantan sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang Ia pernah menunjukkan benda-benda yang dianggapnya sebagai warisan Soekarno itu kepada sejumlah wartawan di rumahnya di Cileungsi, Bogor. Benda-benda tersebut antara lain sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar dalam register emas JM London, emas putih dengan cap tapal kuda JM Mathey London serta plakat logam berwarna kuning dengan tulisan ejaan lama berupa deposito hibah. Selain itu terdapat pula uang UBCN (Brasil) dan Yugoslavia serta sertifikat deposito obligasi garansi di Bank Swiss dan Bank NetherlandMeskipun emas yang ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun belum ada pakar yang memastikan keaslian dari emas tersebut.

Penghargaan

Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri. Perguruan tinggi dalam negeri yang memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno antara lain Universitas Gajah Mada (19 September 1951), Institut Teknologi Bandung (13 September 1962), Universitas Indonesia (2 Februari 1963), Universitas Hasanuddin (25 April 1963), Institut Agama Islam Negeri Jakarta (2 Desember 1963), Universitas Padjadjaran (23 Desember 1964), dan Universitas Muhammadiyah (1 Agustus 1965). Sementara itu, Universitas Columbia (Amerika Serikat), Universitas Berlin (Jerman), Universitas Lomonosov (Rusia) dan Universitas Al-Azhar (Mesir) merupakan beberapa universitas luar negeri yang menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris Causa.
Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal selama 35 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki. Penghargaan tersebut adalah penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR Tambo yang diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi emas. Soekarno mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan membebaskan diri dari apartheid. Acara penyerahan penghargaan tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh Megawati Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima penghargaan.













Kresna (Dewanagari: कृष्णIASTkṛṣṇa; dibaca [ˈkr̩ʂɳə]) adalah salah satu dewa yang dipuja oleh umat Hindu, berwujud pria berkulit gelap atau biru tua, memakai dhoti kuning dan mahkota yang dihiasi bulu merak. Dalam seni lukis dan arca, umumnya ia digambarkan sedang bermain seruling sambil berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Legenda Hindu dalam kitab Purana dan Mahabharata menyatakan bahwa ia adalah putra kedelapan Basudewa dan Dewaki, bangsawan dari kerajaan Surasena, kerajaan mitologis di India Utara. Secara umum, ia dipuja sebagai awatara (inkarnasi) Dewa Wisnu kedelapan di antara sepuluh awatara Wisnu. Dalam beberapa tradisi perguruan Hindu, misalnya Gaudiya Waisnawa, ia dianggap sebagai manifestasi dari kebenaran mutlak, atau perwujudan Tuhan itu sendiri,[1] dan dalam tafsiran kitab-kitab yang mengatasnamakan Wisnu atau Kresna, misalnya Bhagawatapurana, ia dimuliakan sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Bhagawatapurana, ia digambarkan sebagai sosok penggembala muda yang mahir bermain seruling, sedangkan dalam wiracarita Mahabharata ia dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijaksana, sakti, dan berwibawa. Selain itu ia dikenal pula sebagai tokoh yang memberikan ajaran filosofis, dan umat Hindu meyakini Bhagawadgita sebagai kitab yang memuat kotbah Kresna kepada Arjuna tentang ilmu rohani.
Kisah-kisah mengenai Kresna muncul secara luas di berbagai ruang lingkup agama Hindu, baik dalam tradisi filosofis maupun teologis. Berbagai tradisi menggambarkannya dalam berbagai sudut pandang: sebagai dewa kanak-kanak, tukang kelakar, pahlawan sakti, dan Yang Mahakuasa. Kehidupan Kresna dibahas dalam beberapa susastra Hindu, yaitu Mahabharata, Hariwangsa, Bhagawatapurana, dan Wisnupurana.
Pemujaan terhadap dewa atau pahlawan yang disebut Kresna—dalam wujud Basudewa, Balakresna atau Gopala—dapat ditelusuri sampai awal abad ke-4 SM. Pemujaan Kresna sebagai Swayam Bhagawan, atau Tuhan Yang Mahakuasa, yang dikenal sebagai Kresnaisme, muncul pada Abad Pertengahan dalam situasi Gerakan Bhakti. Dari abad ke-10 M, Kresna menjadi subjek favorit dalam seni pertunjukan. Tradisi pemujaan di masing-masing daerah mengembangkan berbagai macam wujud/aspek Kresna seperti Jagadnata di Orissa, Witoba di Maharashtra dan Shrinathji di Rajasthan. Sekte Gaudiya Waisnawa yang terpusat pada pemujaan kepada Kresna didirikan pada abad ke-16, dan sejak tahun 1960-an juga telah menyebar di Dunia Barat, sebagian besar disebabkan oleh organisasi Masyarakat Internasional Kesadaran Kresna (International Society for Krishna Consciousness - ISKCON).
Kata kṛṣṇa dalam bahasa Sanskerta pada dasarnya merupakan kata sifat yang berarti "hitam", "gelap" atau "biru tua". Kata tersebut berhubungan dengan kata čьrnъ (crn, 'hitam') dalam rumpun bahasa Slavia. Sebagai kata benda feminin, kata kṛṣṇā digunakan dengan makna "malam, hitam, kegelapan" dalam kitab suci Regweda, dan sebagai iblis atau jiwa kegelapan dalam mandala (bab) IV Regweda. Untuk nama diri, kata Kṛṣṇa muncul dalam mandala VIII sebagai nama seorang penyair. Sebagai salah satu nama Wisnu, kata "Kṛṣṇa" terdaftar sebagai nama ke-57 dalam kitab Wisnu Sahasranama (Seribu Nama Wisnu). Berdasarkan nama tersebut, Kresna seringkali digambarkan dalam arca dengan kulit hitam maupun biru.
Kresna juga dikenal dengan berbagai macam nama, julukan, dan gelar, yang mencerminkan berbagai atribut dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Dalam kitab Mahabarata dan Bhagawadgita, Kresna disebut dengan berbagai nama, sesuai karakteristiknya. Beberapa nama tersebut diantaranya: Acyuta (yang kekal; teguh); Arisudana (penghancur musuh); Bagawan (Yang Mahakuasa); Gopala (pelindung sapi); Gowinda (penggembala sapi); Hresikesa (penguasa indria); Janardana (juru selamat umat manusia); Kesawa (yang berambut indah); Kesinisudana (pembunuh raksasa Kesi); Madawa (suami dewi keberuntungan); Madusudana (pembunuh raksasa Madhu); Mahabahu (yang berlengan perkasa); Mahayogi (rohaniwan agung); Purusottama (manusia utama, yang berkepribadian paling baik); Warsneya (keturunan Wresni); Basudewa; Wisnu; Yadawa (keturunan Yadu); Yogeswara (penguasa segala kekuatan batin).
Di antara berbagai namanya, yang terkenal adalah Gowinda, "penggembala sapi", atau Gopala, "pelindung para sapi", merujuk kepada pengalaman masa kecil Kresna di Braj. Beberapa nama lainnya dianggap penting bagi wilayah tertentu; misalnya, Jagatnata (penguasa alam semesta), terkenal di Puri, India Timur.

Penggambaran

Kresna dapat dikenali secara mudah dengan mengamati atribut-atributnya. Dalam wujud arca, Kresna digambarkan berkulit hitam atau gelap, atau bahkan putih. Dalam budaya pewayangan Jawa, Kresna digambarkan berkulit hitam, sedangkan di Bali, ia digambarkan berkulit hijau. Dalam penggambaran umum misalnya lukisan modern, Kresna biasanya digambarkan sebagai pemuda berkulit biru. Warna hitam merupakan warna Dewa Wisnu menurut konsep Nawa Dewata, sedangkan biru melambangkan keberanian, kebulatan tekad, pikiran yang mantap dalam menghadapi situasi sulit, serta kesadaran yang sempurna. Warna biru juga melambangkan langit dan laut, masing-masing bermakna luas dan dalam yang membentuk suatu ketidakterbatasan, sama halnya seperti Wisnu.
Dia seringkali tampil dengan dhoti (semacam kemben) berbahan sutra berwarna kuning, melambangkan cahaya yang melenyapkan kegelapan. Kepalanya dihiasi mahkota dengan bulu merak, melambangkan galaksi berwarna-warni dalam kegelapan, atau pusat energi di atas indria.  Penggambaran umum biasanya menampilkannya sebagai anak kecil, atau seorang lelaki dalam gaya santai, sedang memainkan seruling. Dalam wujud ini, ia biasanya ditampilkan berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Kadangkala ditemani para sapi, menegaskan posisinya sebagai penggembala ilahi (Govinda). Dalam agama Hindu, sapi dianggap suci karena melambangkan Ibu Pertiwi.
Peran Kresna sebagai kusir kereta Arjuna di medan perang Kurukshetra, seperti yang tergambar dalam wiracarita Mahabharata, adalah subjek umum lain dalam penggambaran Kresna. Dalam hal ini, ia ditampilkan sebagai sosok pria, seringkali dengan karakteristik dewa-dewi dalam kesenian Hindu, misalnya banyak lengan maupun kepala, dan dengan atribut Wisnu, misalnya cakra. Sebagai seorang kusir biasa, ia ditampilkan dengan dua lengan. Lukisan gua dari masa 800 SM di Mirzapur, Uttar Pradesh, India Utara, yang menampilkan pertempuran kusir-kusir kereta kuda, salah satu di antaranya tampak akan melemparkan cakram yang kemungkinan besar dapat dikenali sebagai Kresna.[15]
Penggambaran dalam kuil seringkali menampilkan Kresna sebagai seorang pria yang berdiri tegak, dalam gaya formal. Dapat ditampilkan sendirian, dapat pula dengan figur terkait dengannya: Balarama (Baladewa — kakaknya) dan Subadra (saudari tirinya), atau istrinya yang utama yaitu Rukmini dan Satyabama.
Seringkali Kresna digambarkan bersama dengan kekasihnya dari kaum gopi (wanita pemerah susu), Radha. Sekte Waisnawa di Manipur tidak memuja Kresna saja, tetapi juga aspeknya sebagai Radha Krishna, kombinasi antara Kresna dan Radha. Hal ini juga merupakan karakteristik dari aliran Rudra Sampradaya dan Nimbarka sampradaya, demikian pula aliran kepercayaan Swaminarayan. Tradisi tersebut memuliakan Radha Ramana, yang dipandang oleh pengikut Gaudiya sebagai wujud Radha Krishna.
Kresna juga digambarkan dan dipuja sebagai anak kecil (Balakresna), dengan posisi merangkak atau menari, biasanya dengan mentega di tangannya. Perbedaan di masing-masing daerah tentang penggambaran Kresna dapat teramati dalam wujudnya yang bermacam-macam, misalnya Jagadnata di Orissa, Witoba di Maharashtra[ dan Shrinathji di Rajasthan.

Kehidupan

Riwayat Kresna dapat disimak dalam kitab Mahabharata, Hariwangsa, Bhagawatapurana, Brahmawaiwartapurana, dan Wisnupurana. Latar belakang kehidupan Kresna pada masa kanak-kanak dan remaja adalah India Utara, yang mana sekarang merupakan wilayah negara bagian Uttar Pradesh, Bihar, Haryana, sementara lokasi kehidupannya sebagai pangeran di Dwaraka sekarang dikenal sebagai negara bagian Gujarat.

Kelahiran

Menurut kepercayaan tradisional yang berdasarkan data-data dalam sastra dan perhitungan astronomi Hindu, hari kelahiran Kresna yang dikenal sebagai Janmashtami,[36] jatuh pada tanggal 19 Juli tahun 3228 SM.
Menurut Itihasa (wiracarita Hindu) dan Purana (mitologi Hindu), Kresna merupakan anggota keluarga bangsawan di Mathura, ibukota kerajaan Surasena di India Utara (kini kawasan Uttar Pradesh). Ia terlahir sebagai putra kedelapan Basudewa (putra Raja Surasena) dan Dewaki (keponakan Raja Ugrasena). Orang tuanya termasuk kaum Yadawa atau keturunan Yadu, putra raja legendaris Yayati. Raja Kangsa, kakak sepupu Dewaki, mewarisi tahta setelah menjebloskan ayahnya sendiri ke penjara, yaitu Ugrasena. Pada suatu ketika, ia mendengar ramalan yang menyatakan bahwa ia akan mati di tangan salah satu putra Dewaki. Karena mencemaskan nasibnya, ia mencoba membunuh Dewaki, namun Basudewa mencegahnya. Basudewa menyatakan bahwa mereka bersedia dikurung dan berjanji akan menyerahkan setiap putra mereka yang baru lahir untuk dibunuh. Setelah enam putra pertamanya terbunuh, dan Dewaki kehilangan putra ketujuhnya, maka lahirlah Kresna. Karena hidup Kresna terancam bahaya, maka ia diselundupkan keluar penjara oleh Basudewa dan dititipkan pada Nanda dan Yasoda, sahabat Basudewa di Vrindavan. Dua saudaranya yang lain juga selamat yaitu, Baladewa alias Balarama (putra ketujuh Dewaki, dipindahkan secara ajaib ke janin Rohini, istri pertama Basudewa) dan Subadra (putra dari Basudewa dan Rohini yang lahir setelah Baladewa dan Kresna).
Menurut kitab Bhagawatapurana, Kresna lahir tanpa hubungan seksual, melainkan melalui "transmisi mental" dari pikiran Basudewa ke rahim Dewaki. Umat Hindu meyakini bahwa pada masa itu, jenis ikatan tersebut dapat dilakukan oleh makhluk-makhluk yang mencapainya. Tempat yang dipercaya oleh para pemujanya untuk memperingati hari kelahiran Kresna kini dikenal sebagai Krishnajanmabhumi, dimana sebuah kuil didirikan untuk memberi penghormatan kepadanya.

Masa kanak-kanak dan remaja


Kresna dibesarkan oleh Nanda dan Yasoda, anggota komunitas penggembala sapi yang ada di Vrindavana. Kisah masa kanak-kanak dan remaja Kresna menceritakan bagaimana ia menjadi seorang penggembala sapi, tingkah nakalnya sebagai makhan chor (pencuri mentega), kegagalan Kangsa dalam membunuhnya, dan perannya sebagai pelindung rakyat Vrindavana. Pada masa kecilnya, Kresna telah melakukan berbagai hal yang menakjubkan. Ia membunuh berbagai raksasa—di antaranya Putana (raksasa wanita), Kesi (raksasa kuda), Agasura (raksasa ular)—yang diutus oleh Kangsa untuk membunuh Kresna. Ia juga menjinakkan naga Kaliya, yang telah meracuni air sungai Yamuna dan menewaskan banyak penggembala. Dalam kesenian Hindu, seringkali Kresna digambarkan sedang menari di atas kepala naga Kaliya yang bertudung banyak. Jejak kaki Kresna memberi perlindungan kepada Kaliya sehingga Garuda—musuh para naga—tidak akan berani menganggunya.
Kresna dipercaya mampu mengangkat bukit Gowardhana untuk melindungi penduduk Vrindavana dari tindakan Indra, pemimpin para dewa yang semena-mena dan mencegah kerusakan lahan hijau Gowardhana. Indra dianggap sudah terlalu besar hati dan marah ketika Kresna menyarankan rakyat Vrindavana untuk merawat hewan dan lingkungan yang telah menyediakan semua kebutuhan mereka, daripada menyembah Indra setiap tahun dengan menghabiskan sumber daya mereka.[43][44] Gerakan spiritual yang dimulai oleh Kresna memiliki sesuatu di dalamnya yang melawan bentuk ortodoks penyembahan dewa-dewa Weda seperti Indra.
Kisah permainannya dengan para gopi (wanita pemerah susu) di Vrindavana, khususnya Radha (putri Wresabanu, salah seorang penduduk asli Vrindavana) dikenal sebagai Rasa lila dan diromantisir dalam puisi karya Jayadeva, penulis Gita Govinda. Hal ini menjadi bagian penting dalam perkembangan tradisi bhakti Kresna yang memuja Radha Krishna.


Permata Syamantaka

Pada suatu ketika, Satrajit, kerabat jauh Kresna menerima permata Syamantaka dari Dewa Surya. Kresna menyarankan agar permata itu diserahkan kepada Ugrasena—raja kaum Yadawa—namun Satrajit menolaknya. Prasena, saudara Satrajit membawa permata itu saat berburu dan tidak pernah kembali lagi. Satrajit menuduh Kresna telah membunuh Prasena karena menginginkan permata itu. Untuk membersihkan nama baiknya, Kresna melacak jejak Prasena. Akhirnya ia mendapati bahwa Prasena telah dibunuh seekor hewan buas, dan permata Syamantaka tidak ditemukan pada jenazahnya. Ia mengikuti jejak hewan yang membunuh Prasena, hingga mendapati bangkai seekor singa. Ia tidak menemukan permata Syamantaka ada pada bangkai tersebut. Akhirnya ia mengikuti jejak pembunuh singa tersebut, dan sampai di kediaman seekor beruang bernama Jembawan. Di tempat tersebut ia mendapati bahwa permata Syamantaka tersimpan di sana.
Kresna meminta Jembawan menyerahkan permata Syamantaka, namun permintaannya ditolak sehingga mereka berkelahi. Setelah Jembawan menyadari siapa sesungguhnya Kresna, ia menyerah dan menjelaskan bahwa ia mendapatkan permata itu dari seekor singa. Ia pun menyerahkan permata Syamantaka beserta putrinya yang bernama Jambawati untuk dinikahi Kresna. Setelah Kresna kembali dari penyelidikannya, dan menyerahkan Syamantaka kepada Satrajit, maka Satrajit merasa malu karena sudah berprasangka buruk terhadap Kresna. Untuk memperbaiki hubungan di antara mereka, ia menikahkan putrinya yang bernama Satyabama kepada Kresna.

Baratayuda dan Bhagawadgita

Perselisihan antara para Pandawa dan Korawa—sepupu mereka—dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan para Pandawa atas sikap para Korawa yang menghalalkan segala cara agar tahta kerajaan Kuru tidak jatuh ke tangan Yudistira—yang tersulung di antara Pandawa—sebagai putra mahkota tertua. Kresna bertindak sebagai juru damai, namun upaya perundingan gagal karena para Korawa—yang dipimpin Duryodana—tidak mau mengalah. Di samping itu, Duryodana senantiasa dihasut oleh pamannya, Sangkuni.
Saat keputusan perang tidak terelakkan lagi, hampir seluruh raja di Bharatawarsha (India) diminta untuk berpartisipasi, dan akhirnya semuanya menjadi dua pihak, yaitu pihak Pandawa dan Korawa. Kresna menawarkan kesempatan kepada dua pihak untuk memilih pasukannya atau dirinya sendiri, namun dengan kondisi tidak membawa senjata apapun. Arjuna yang mewakili Pandawa memilih agar Kresna berada di pihaknya, sedangkan Duryodana—pemimpin para Korawa—memilih pasukan Kresna. Saat tiba waktunya untuk berperang, Kresna bertindak sebagai kusir kereta perang Arjuna, karena sesuai dengan perjanjian bahwa ia tidak akan membawa senjata apapun.
Saat meninjau angkatan perang dan mengamati pihak yang akan berperang, Arjuna menjadi ragu setelah menyaksikan keluarga, sepupu, kerabat, serta kawan-kawan yang dicintainya bersiap-siap untuk membunuh satu sama lain. Kemudian Kresna menasihati Arjuna tentang perang yang akan dihadapinya. Percakapan tersebut meluas menjadi suatu wacana dan menjadi kitab tersendiri, dikenal sebagai Bhagawadgita 'Kidung Ilahi'.[56] Dalam Bhagawadgita, Kresna menguraikan ajaran Iswara (ketuhanan), jiwa, dharma (kewajiban), prakerti (alam semesta), dan kala (waktu).[57] Kresna juga menjelaskan bahwa tujuannya berada di dunia adalah untuk menyelamatkan orang saleh dan membinasakan orang jahat. Kutipan yang terkenal adalah:
Kapanpun dan dimanapun kebajikan merosot, dan kejahatan merajalela, pada saat itulah aku menjelma, wahai keturunan Bharata (Arjuna). Untuk menyelamatkan orang saleh dan menghukum orang jahat, serta menegakkan kebenaran, aku lahir dari zaman ke zaman. (Bhagawadgita4:7–8)
Saat Yudistira merasa tertekan atas kekalahan yang diterima pihaknya pada hari pertama, Kresna tetap optimis bahwa kemenangan sudah pasti akan diraih Yudistira karena ia bertindak di jalan yang benar dan telah mendapat restu dari Bisma—kakeknya sendiri, sekaligus kesatria tua yang harus dihadapinya dalam perang itu—sesaat sebelum perang dimulai. Seperti halnya Kresna, Bisma juga berkata bahwa kemenangan pasti akan diraih Yudistira dan ia mendoakan cucunya itu agar mencapai kejayaan, meskipun mereka harus saling menyerang dalam perang.
Seringkali Kresna meminta Arjuna agar segera mengalahkan Bisma, kakek para Pandawa dan Korawa. Keraguan Arjuna membuat Kresna marah sehingga ia mencopot roda keretanya sebagai pengganti cakram untuk membunuh Bisma. Akan tetapi tindakannya segera dicegah oleh Arjuna yang berjanji bahwa ia akan mengalahkan kesatria tua tersebut pada hari berikutnya. Setelah para Pandawa mengetahui kelemahan Bisma, pada hari berikutnya, Kresna menginstruksikan Srikandi, putra Raja Drupada agar menghadapi Bisma, dengan ditemani oleh Arjuna. Bisma, yang merasa bahwa Srikandi telah dilahirkan untuk membunuhnya, sulit menghindari serangan Arjuna yang bersembunyi di belakang Srikandi. Akhirnya Bisma dikalahkan pada hari kesepuluh.
Kresna juga membantu Arjuna dalam membunuh Jayadrata, kesatria Korawa yang menahan para Pandawa dalam usaha menyelamatkan Abimanyu—putra Arjuna—yang terkurung dalam formasi Cakrabyuha dan terbunuh oleh serangan serentak yang dilancarkan delapan kesatria Korawa. Kresna juga meruntuhkan semangat Drona—komandan tentara Korawa, pengganti Bisma—setelah ia memberi isyarat pada Bima untuk membunuh seekor gajah perang bernama Aswatama, nama yang serupa dengan nama putra semata wayang Drona. Pandawa berteriak bahwa Aswatama mati, namun Drona enggan mempercayainya sebelum ia mendengar langsung dari Yudistira yang dikenal sebagai orang yang tidak pernah berbohong. Kresna tahu bahwa Yudistira tidak akan berdusta, maka ia mengatur siasat agar Yudistira tidak berbohong namun Drona menganggap putranya telah gugur. Saat ditanya oleh Drona, Yudistira berkata, "Aswatama mati. Entah gajah, entah manusia." Tetapi setelah Yudistira mengucapkan kalimat pertama, tentara Pandawa yang telah diperintah oleh Kresna segera membuat kegaduhan dengan membunyikan genderang perang dan sangkakala, sehingga Drona tidak mendengar kalimat kedua yang diucapkan Yudistira dan percaya bahwa putranya telah gugur. Setelah dilanda dukacita, Drona meletakkan senjatanya, dan kesempatan itu dimanfaatkan oleh Drestadyumna untuk memenggal kepalanya.
Saat Arjuna bertarung melawan Karna, roda kereta Karna terperosok ke dalam genangan lumpur. Saat Karna mencoba mengangkat keretanya dari lumpur, Kresna mengingatkan Arjuna tentang tindakan Karna dan Korawa lainnya yang telah melanggar peraturan dalam peperangan saat menyerang dan membunuh Abimanyu secara serentak, dan ia meyakinkan Arjuna untuk menempuh cara yang sama untuk membunuh Karna. Maka Arjuna memenggal kepala Karna saat kesatria itu sedang berusaha mengangkat keretanya dari lumpur.
Menjelang hari puncak peperangan, Duryodana menemui Gandari, ibunya untuk meminta anugerah agar seluruh tubuhnya kebal dari segala serangan. Untuk itu, ia harus datang dalam keadaan telanjang bulat. Kresna mengolok-oloknya sehingga ia menjadi malu. Ia memutuskan untuk menutupi selangkangannya dengan kulit pisang saat menemui ibunya. Setelah Duryodana tiba, Gandari membuka penutup matanya dan mencurahkan kekuatan dari matanya ke tubuh Duryodana, tetapi ia kecewa setelah mengetahui bahwa Duryodana menutupi selangkangan dan paha sehingga daerah itu tidak akan kebal. Ketika Duryodana bertarung dengan Bima, serangan Bima tidak berpengaruh bagi Duryodana. Untuk menyelesaikannya, Kresna mengingatkan Bima akan janjinya untuk membunuh Duryodana dengan cara memukul pahanya. Bima pun melakukannya, meskipun melanggar peraturan (mengingat bahwa Duryodana sendiri telah melanggar dharma pada perbuatannya pada masa lalu). Dengan demikian, strategi Kresna telah membantu Pandawa memenangkan perang dengan menjatuhkan seluruh pemimpin tentara Korawa, tanpa perlu mengangkat senjatanya. Ia juga menghidupkan kembali Parikesit, cucu Arjuna yang diserang dengan senjata Brahmastra oleh Aswatama saat berada di dalam janin ibunya. Di kemudian hari, Parikesit menjadi penerus Pandawa.













Arti Lambang Provinsi DKI Jakarta

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUKsnsKsj1O8oxV2tIoWrwteSmAsxNyrWGfImaXhVtCQY0m8TGJ13JmeY2-pcvr0ZoUS9KuonWZfFsLmFsvyMdWb3FqJUDw5ZQSPIQyMwzh869zPJNqBXV0ZQfuGbQtTMvaTzD6YX_kGug/s320/LOGO+PROVINSI+DKI+JAKARTA.jpg
# Makna Gambar dalam Lambang Provinsi DKI Jakarta
  • Pintu Gerbang adalah lambang Kekhususan Jakarta sebagai pintu keluar masuk kegiatan-kegiatan nasional dan hubungan internasional.
  • Tugu Nasional adalah lambang Kemegahan, Daya Juang dan Cipta.
  • Padi dan Kapas adalah lambang Kemakmuran.
  • Ombak Laut adalah lambang Kota, Negeri Kepulauan.
  • Sloka "Jaya Raya" adalah Slogan Perjuangan Jakarta.
  • Perisai Segilima adalah melambangkan Pancasila.
# Arti Warna Dalam Lambang Provinsi DKI Jakarta
  • Warna Emas pada pinggir Perisai, adalah lambang Kemuliaan Pancasila. 
  • Warna Merah pada Sloka, adalah lambang Kepahlawanan. 
  • Warna Putih pada Pintu Gerbang, adalah lambang Kesucian. 
  • Warna Kuning pada Padi, Hijau, Putih dan Kapas, adalah lambang Kemakmuran dan Keadilan. 
  • Warna Biru, adalah lambang angkasa bebas dan luas. 
  • Warna Putih, adalah lambang alam laut yang kasih.