KEMBALIKAN INDONESIA KE INDONESIA
Sejarah
Timor Leste
Sejarah Timor Leste berawal dengan kedatangan orang Australoid
dan Melanesia.
Orang dari Portugal
mulai berdagang dengan pulau Timor pada awal abad ke-15 dan menjajahnya pada pertengahan
abad itu juga. Setelah terjadi beberapa bentrokan dengan Belanda,
dibuat perjanjian pada 1859
di mana Portugal memberikan bagian barat pulau itu. Jepang
menguasai Timor Timur dari 1942 sampai 1945, namun setelah mereka kalah dalam Perang Dunia
II Portugal kembali menguasainya.
Reruntuhan
bekas Polsek dan Koramil di Metinaro, yang hancur lebur diamuk massa.
Pada tahun
1975, ketika terjadi Revolusi Bunga di Portugal
dan Gubernur
terakhir Portugal di Timor Leste, Lemos Pires, tidak
mendapatkan jawaban dari Pemerintah Pusat di Portugal untuk mengirimkan bala
bantuan ke Timor Leste yang sedang terjadi perang
saudara, maka Lemos Pires memerintahkan untuk menarik tentara
Portugis yang sedang bertahan di Timor Leste untuk mengevakuasi ke Pulau
Kambing atau dikenal dengan Pulau Atauro. Setelah itu FRETILIN
menurunkan bendera Portugal dan mendeklarasikan Timor Leste sebagai Republik
Demokratik Timor Leste pada tanggal 28 November 1975. Menurut suatu laporan
resmi dari PBB, selama berkuasa selama 3 bulan ketika terjadi kevakuman
pemerintahan di Timor Leste antara bulan September, Oktober dan November,
Fretilin melakukan pembantaian terhadap sekitar 60.000 penduduk sipil (sebagian
besarnya adalah pendukung faksi integrasi dengan Indonesia). Dalam sebuah
wawancara pada tanggal 5 April 1977 dengan Sydney Morning Herald, Menteri Luar
Negeri Indonesia Adam Malik mengatakan bahwa "jumlah korban
tewas berjumlah 50.000 orang atau mungkin 80.000". Tak lama kemudian,
kelompok pro-integrasi mendeklarasikan integrasi dengan Indonesia pada 30
November 1975 dan kemudian meminta dukungan Indonesia untuk mengambil alih
Timor Leste dari kekuasaan FRETILIN yang berhaluan Komunis.
Ketika pasukan
Indonesia mendarat di Timor Leste pada tanggal 7 Desember 1975, FRETILIN
didampingi dengan ribuan rakyat mengungsi ke daerah pegunungan untuk untuk
melawan tentara Indonesia. Lebih dari 200.000 orang dari penduduk ini kemudian
mati di hutan karena pemboman dari udara oleh militer Indonesia serta ada yang
mati karena penyakit dan kelaparan. Banyak juga yang mati di kota setelah
menyerahkan diri ke tentara Indonesia, namun Tim Palang Merah
International yang menangani orang-orang ini tidak mampu
menyelamatkan semuanya.
Selain
terjadinya korban penduduk sipil di hutan, terjadi juga pembantaian oleh
kelompok radikal FRETILIN di hutan terhadap kelompok yang lebih moderat.
Sehingga banyak juga tokoh-tokoh FRETILIN yang dibunuh oleh sesama FRETILIN
selama di Hutan. Semua cerita ini dikisahkan kembali oleh orang-orang seperti Francisco Xavier do Amaral, Presiden
Pertama Timor Lesta yang mendeklarasikan kemerdekaan Timor Leste pada tahun
1975. Seandainya Jenderal Wiranto (pada waktu itu Letnan) tidak menyelamatkan Xavier di
lubang tempat dia dipenjarakan oleh FRETILIN di hutan, maka mungkin Xavier
tidak bisa lagi jadi Ketua Partai ASDT di Timor Leste Sekarang.
Selain Xavier,
ada juga komandan sektor FRETILIN bernama Aquiles yang dinyatakan
hilang di hutan (kemungkinan besar dibunuh oleh kelompok radikal FRETILIN).
Istri komandan Aquilis sekarang ada di Baucau dan
masih terus menanyakan kepada para komandan FRETILIN lain yang memegang kendali
di sektor Timur pada waktu itu tentang keberadaan suaminya.
Selama perang
saudara di Timor Leste dalam kurun waktu 3 bulan (September-November 1975) dan
selama pendudukan Indonesia selama 24 tahun (1975-1999), lebih dari 200.000
orang dinyatakan meninggal (60.000 orang secara resmi mati di tangan FRETILN
menurut laporan resmi PBB).
Selebihnya mati ditangan Indonesia saat dan sesudah invasi dan adapula yang
mati kelaparan atau penyakit. Hasil CAVR menyatakan 183.000 mati di tangan
tentara Indonesia karena keracunan bahan kimia dari bom-bom napalm, serta
mortir-mortir.
Timor Leste
menjadi bagian dari Indonesia tahun 1976 sebagai provinsi ke-27 setelah gubernur jendral Timor
Portugis terakhir Mario Lemos Pires melarikan diri dari Dili setelah tidak
mampu menguasai keadaan pada saat terjadi perang saudara. Portugal juga gagal
dalam proses dekolonisasi di Timor Portugis dan selalu mengklaim Timor Portugis
sebagai wilayahnya walaupun meninggalkannya dan tidak pernah diurus dengan
baik.
Amerika
Serikat dan Australia "merestui" tindakan Indonesia karena takut
Timor Leste menjadi kantong komunisme terutama karena kekuatan utama di perang saudara
Timor Leste adalah Fretilin yang beraliran Marxis-Komunis.
AS dan Australia khawatir akan efek domino meluasnya pengaruh komunisme di Asia
Tenggara setelah AS lari terbirit-birit dari Vietnam
dengan jatuhnya Saigon atau Ho Chi Minh City.
Salah satu
demonstrasi di Australia yang menentang kependudukan Indonesia di Timor Timur
Namun PBB tidak menyetujui
tindakan Indonesia. Setelah referendum yang diadakan pada tanggal 30 Agustus
1999, di bawah perjanjian
yang disponsori oleh PBB antara Indonesia dan Portugal, mayoritas penduduk
Timor Leste memilih merdeka dari Indonesia. Antara waktu referendum sampai
kedatangan pasukan perdamaian PBB pada akhir September 1999, kaum
anti-kemerdekaan yang konon didukung Indonesia mengadakan pembantaian balasan
besar-besaran, di mana sekitar 1.400 jiwa tewas dan 300.000 dipaksa mengungsi
ke Timor barat. Sebagian besar infrastruktur seperti rumah, sistem irigasi,
air, sekolah dan listrik hancur. Pada 20 September
1999 pasukan penjaga perdamaian International Force for East Timor
(INTERFET) tiba dan mengakhiri hal ini. Pada 20 Mei
2002, Timor Timur diakui
secara internasional sebagai negara merdeka dengan nama Timor Leste
dengan sokongan luar biasa dari PBB. Ekonomi berubah total setelah PBB
mengurangi misinya secara drastis.
Semenjak hari
kemerdekaan itu, pemerintah Timor Leste berusaha memutuskan segala hubungan
dengan Indonesia antara lain dengan mengadopsi Bahasa
Portugis sebagai bahasa resmi dan mendatangkan bahan-bahan kebutuhan
pokok dari Australia sebagai "balas budi" atas campur tangan
Australia menjelang dan pada saat referendum. Selain itu pemerintah Timor Leste
mengubah nama resminya dari Timor Leste menjadi Republica Democratica de Timor
Leste dan mengadopsi mata uang dolar AS sebagai mata uang resmi yang mengakibatkan rakyat
Timor Leste menjadi lebih krisis lagi dalam hal ekonomi
PAHLAWAN NASIONAL FAVORIT
Soekarno
Dr.(HC) Ir. Soekarno,
nama lahir:
Koesno Sosrodihardjo) (lahir di
SurabayaJawa Timur,
6 Juni 1901 – meninggal
di
Jakarta,
21 Juni 1970 pada umur 69 tahun)
adalah
Presiden Indonesia
pertama yang menjabat pada periode
1945–
1966. Ia memainkan peranan
penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah
Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama
dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal
17 Agustus
1945. Soekarno adalah yang
pertama kali mencetuskan konsep mengenai
Pancasila
sebagai dasar negara
Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966
Supersemar
yang kontroversial, yang isinya—berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar
Angkatan Darat—menugaskan Letnan Jenderal
Soeharto
untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan Supersemar
menjadi dasar
Letnan Jenderal Soeharto
untuk membubarkan
Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti
anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah pertanggungjawabannya
ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke
empat tahun 1967, Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada
Sidang Istimewa
MPRS pada
tahun yang sama dan Soeharto menggantikannya sebagai pejabat Presiden Republik
Indonesia.
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama
Koesno Sosrodihardjo oleh
orangtuanya.Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya
diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya.
[6][8]
Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah
Bharata Yudha
yaitu
Karna.
Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam
bahasa Jawa
huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan
"su" memiliki arti "baik".
Di kemudian hari ketika menjadi presiden, ejaan nama Soekarno diganti
olehnya sendiri menjadi
Sukarno karena menurutnya nama tersebut
menggunakan ejaan penjajah (
Belanda)
Ia tetap menggunakan
nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda
tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab
untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Achmed
Soekarno
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis
Achmed
Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke
Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil
Soekarno?"
karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang
hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah
bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama
Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Denmark
dan bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika menunaikan ibadah
haji. Dalam beberapa versi lain disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama
Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang
melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan
negara Indonesia oleh negara-negara
Arab.
Ia bersekolah pertama kali di Tulung
Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto,
mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut.[6]
Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School,
sekolah tempat ia bekerja.[10]
Kemudian pada Juni
1911 Soekarno dipindahkan
ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere
Burger School (HBS).[6]
Pada tahun 1915,
Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke
HBS di Surabaya, Jawa Timur.[6]
Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto.[6]
Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan
kediamannya.[6]
Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam,
organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus
Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam
kegiatan organisasi pemuda Tri Koro
Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo
Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda
Jawa) pada 1918.Selain
itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang
dipimpin oleh Tjokroaminoto.

Soekarno sewaktu menjadi siswa HBS
Soerabaja
Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921, bersama
Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng
(sekarang ITB)
di Bandung
dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921, setelah dua bulan
dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembalidan
tamat pada tahun 1926Soekarno
dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei
1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung
tanggal 3 Juli
1926 dia diwisuda bersama
delapan belas insinyur
lainnya. Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat itu
menyatakan "Terutama penting peristiwa itu bagi kita karena ada di
antaranya 3 orang insinyur orang Jawa". Mereka adalah Soekarno,
Anwari, dan Soetedjo, selain itu ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes
Alexander Henricus Ondang.
Pengaruh Terhadap
Karya Arsitektural Semasa Menjadi Presiden
Semasa menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya arsitektur yang
dipengaruhi atau dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan secara maraton dari
bulan Mei sampai Juli pada tahun
1956
ke negara-negara
Amerika Serikat,
Kanada,
Italia,
Jerman Barat,
dan
Swiss.
Membuat cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya dalam menata Indonesia
secara holistik dan menampilkannya sebagai negara yang baru merdeka. Soekarno
membidik
Jakarta
sebagai wajah (muka) Indonesia terkait beberapa kegiatan berskala internasional
yang diadakan di kota itu, namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang
diharapkan sebagai pusat pemerintahan di masa datang. Beberapa karya
dipengaruhi oleh Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya dengan beberapa
arsitek seperti
Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu
beberapa arsitek junior untuk visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga
dibuat melalui sayembara
[24]
- Masjid
Istiqlal 1951
- Monumen Nasional 1960
- Gedung
Conefo
- Gedung
Sarinah
- Wisma
Nusantara
- Hotel
Indonesia 1962
- Tugu
Selamat Datang
- Monumen
Pembebasan Irian Barat
- Patung Dirgantara
- Tahun 1955
Ir. Soekarno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan sebagai seorang
arsitek, Soekarno tergerak memberikan sumbangan ide arsitektural kepada
pemerintah Arab Saudi agar membuat bangunan untuk
melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam bangunan dua lantai.
Pemerintah Arab Saudi akhirnya melakukan renovasi Masjidil
Haram secara besar-besaran pada tahun 1966,
termasuk pembuatan lantai bertingkat bagi umat yang melaksanakan sa’i
menjadi dua jalur dan lantai bertingkat untuk melakukan tawaf
- Rancangan
skema Tata Ruang Kota Palangkaraya yang diresmikan pada tahun 1957
Masa pergerakan
nasional
Soekarno untuk pertama kalinya menjadi terkenal ketika dia menjadi anggota
Jong Java
cabang Surabaya pada tahun 1915. Bagi Soekarno sifat organisasi tersebut yang
Jawa-sentris dan hanya memikirkan kebudayaan saja merupakan tantangan
tersendiri. Dalam rapat pleno tahunan yang diadakan Jong Java cabang Surabaya
Soekarno menggemparkan sidang dengan berpidato menggunakan
bahasa Jawa
ngoko (kasar). Sebulan kemudian dia mencetuskan perdebatan sengit dengan
menganjurkan agar surat kabar Jong Java diterbitkan dalam
bahasa Melayu
saja, dan bukan dalam
bahasa Belanda.
[26]
Pada tahun
1926,
Soekarno mendirikan
Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil
inspirasi dari
Indonesische Studie Club oleh
Dr. Soetomo.
[6]
Organisasi ini menjadi cikal bakal
Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada
tahun
1927.
[14]
Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada tanggal 29
Desember
1929 di
Yogyakarta dan esoknya dipindahkan ke Bandung, untuk dijebloskan ke
Penjara Banceuy.
Pada tahun
1930 ia
dipindahkan ke
Sukamiskin dan pada tahun
itu ia memunculkan pledoinya yang fenomenal
Indonesia Menggugat (pledoi), hingga
dibebaskan kembali pada tanggal
31 Desember
1931.
Pada bulan Juli
1932,
Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan
dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus
1933, dan diasingkan ke
Flores. Di sini, Soekarno
hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara
seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru
Persatuan Islam
bernama
Ahmad Hasan.
Pada tahun
1938
hingga tahun
1942
Soekarno diasingkan ke
Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun
1942.
Masa penjajahan Jepang
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak
memerhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "
mengamankan"
keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada
Gerakan 3A
dengan tokohnya
Shimizu dan
Mr. Syamsuddin yang kurang
begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memerhatikan dan sekaligus
memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti Soekarno,
Mohammad Hatta,
dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk
menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti
Jawa Hokokai,
Pusat Tenaga Rakyat (
Putera),
BPUPKI
dan
PPKI,
tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta,
Ki Hajar Dewantara,
K.H. Mas Mansyur, dan lain-lainnya
disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional
bekerja sama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan
Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti
Sutan Syahrir
dan
Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang
adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks
proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerja sama
dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan
sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah
merumuskan
Pancasila,
UUD 1945,
dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi
Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke
Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang
Hideki Tojo
mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes
Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar
Hirohito.
Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh
Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan
Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu
dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang
oleh
Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat
wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa
proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan
Jepang membuat Soekarno
dituduh oleh
Belanda
bekerja sama dengan Jepang, antara lain dalam kasus
romusha.
Masa Perang Revolusi
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang
Proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia
BPUPKI,
Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang
terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta)
dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
PPKI, Soekarno-Hatta
mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di
Dalat,
Vietnam,
terjadilah
Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal
16 Agustus
1945; Soekarno dan
Mohammad Hatta
dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air
Peta Rengasdengklok. Tokoh
pemuda yang membujuk antara lain
Soekarni,
Wikana,
Singgih
serta
Chairul Saleh.
Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan
kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman
kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum
tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu
kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah
Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya
tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci
kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin
kepada
Nabi Muhammad SAW yakni
Al Qur-an.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI
menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus
1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh
KNIP. Pada tanggal 19
September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah
peristiwa Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan
pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir
Phillip Christison,
Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara
de facto
setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga
berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang
dilancarkan pasukan
NICA (
Belanda)
yang membonceng Sekutu (di bawah Inggris), meledaklah
Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan
gugurnya Brigadir Jenderal
A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di
Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno
akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta.
Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden
selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (
presidensiil/
single
executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah
menjadi semipresidensiil/
double executive. Presiden Soekarno sebagai
Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan.
Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat
pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar
Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan
Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi
Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer
Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta
dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada
Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia (PDRI) dengan ketua
Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada
kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa
Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya
yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Masa kemerdekaan
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah
Belanda
menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai
Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai
perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr
Assaat, yang kemudian
dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat
Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus
1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno
menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI
diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno
adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah
dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat di kalangan
rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh
bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung"
membuat Presiden Soekarno kurang memercayai sistem multipartai, bahkan
menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut
turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada
jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa
17 Oktober
1952 dan Peristiwa di
kalangan Angkatan Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia
Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa
Asia-
Afrika, masih belum
merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan
presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan
Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan
Dasasila Bandung.
Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat
"bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih
mementingkan
imperialisme dan
kolonialisme,
ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang mengubah
peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam penyelesaian
konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden
Josip Broz Tito
(
Yugoslavia),
Gamal Abdel Nasser (
Mesir),
Mohammad Ali Jinnah (
Pakistan),
U Nu, (
Birma) dan
Jawaharlal Nehru
(
India) ia
mengadakan
Konferensi Asia Afrika yang membuahkan
Gerakan Non Blok.
Berkat jasanya itu, banyak negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya.
Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai
saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai
negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari
kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan
Indonesia
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia
internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan
pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah
Nikita Khruschev
(
Uni Soviet),
John Fitzgerald Kennedy (
Amerika Serikat),
Fidel Castro
(
Kuba),
Mao Tse Tung
(
RRC).
Masa Keterpurukan
Situasi
politik Indonesia
menjadi tidak menentu setelah enam
jenderal
dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan
Gerakan 30 September atau G30S pada
1965. Pelaku sesungguhnya
dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh
terlibat di dalamnya. Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia)
dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan
menyampaikan
Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu
isinya meminta agar PKI dibubarkan. Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan
PKI karena bertentangan dengan pandangan
Nasakom
(Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang menolak membubarkan PKI
kemudian melemahkan posisinya dalam politik.
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah
Surat Perintah Sebelas Maret yang
ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada
Letnan Jenderal
Soeharto
untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan
keselamatan pribadi presiden. Surat tersebut lalu digunakan oleh
Soeharto
yang telah diangkat menjadi
Panglima Angkatan Darat
untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang. Kemudian
MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang
pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan
jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi
presiden apabila presiden berhalangan
Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya
terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV
MPRS. Pidato tersebut
berjudul "
Nawaksara" dan dibacakan pada
22 Juni 1966. MPRS kemudian
meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut. Pidato "Pelengkap
Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada
10 Januari
1967 namun kemudian
ditolak oleh MPRS pada
16 Februari tahun yang sama.
Hingga akhirnya pada
20 Februari 1967 Soekarno
menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di
Istana Merdeka.
Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto
de facto
menjadi kepala pemerintahan Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka
MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar
Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan
pemilihan umum
berikutnya
Sakit hingga meninggal
Kesehatan Soekarno sudah mulai
menurun sejak bulan Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan
pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964. Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran
Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat tetapi ia
menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional. Ia masih bertahan selama 5
tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni
1970 di RSPAD (Rumah Sakit
Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta
dengan status sebagai tahanan politik. Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari
RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari
Dewi. Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno
sempat dilakukan oleh Dokter Mahar
Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan. Tidak lama
kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr.
Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.
Komunike medis tersebut menyatakan
hal sebagai berikut:
- Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni
1970
jam 20.30 keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran
berangsur-angsur menurun.
- Tanggal 21 Juni 1970
jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada
jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
- Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi
keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta
agar dirinya dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintahan Presiden Soeharto
memilih Kota Blitar,
Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno. Hal tersebut ditetapkan lewat
Keppres RI No. 44 tahun 1970Jenazah
Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan
harinya bersebelahan dengan makam ibunyaUpacara pemakaman Soekarno dipimpin
oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara. Pemerintah
kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.
Peninggalan
Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada
6 Juni 2001, maka Kantor
Filateli Jakarta
menerbitkan
prangko
"100 Tahun Bung Karno".
[10]
Prangko yang diterbitkan merupakan empat buah prangko berlatar belakang bendera
Merah Putih
serta menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden
Republik Indonesia. Prangko pertama memiliki nilai nominal Rp500 dan
menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang kedua bernilai
Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun
1920-an terpampang di
atasnya. Sementara itu, prangko yang ketiga memiliki nominal Rp900 serta
menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI. Prangko yang terakhir
memiliki gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp1000. Keempat
prangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set
oleh Perum Peruri. Selain prangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan
juga lima macam kemasan prangko, album koleksi prangko, empat jenis kartu pos,
dua macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.
Prangko yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah
Kuba pada tanggal
19 Juni 2008. Prangko tersebut
menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba
Fidel Castro.
Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan
kunjungan
Presiden Indonesia, Soekarno, ke
Kuba.
Nama Soekarno pernah diabadikan sebagai nama sebuah gelanggang olahraga pada
tahun
1958.
Bangunan tersebut, yaitu
Gelanggang Olahraga Bung Karno,
didirikan sebagai sarana keperluan penyelenggaraan
Asian Games
IV tahun
1962 di
Jakarta.
Pada masa
Orde Baru,
kompleks olahraga ini diubah namanya menjadi
Gelora Senayan.
Tapi sesuai keputusan Presiden
Abdurrahman Wahid,
Gelora Senayan kembali pada nama awalnya yaitu
Gelanggang Olahraga Bung Karno.
Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang jasa Bung Karno.
Setelah kematiannya, beberapa
yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua di
antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan
Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk membangun
universitas
dengan pemahaman yang diajarkan Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh
Rachmawati Soekarnoputri, anak ke tiga Soekarno
dan
Fatmawati.
Pada tahun 25 Juni 1999
Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie meresmikan
Universitas Bung Karno yang secara resmi
meneruskan pemikiran Bung Karno,
Nation and Character Building kepada
mahasiswa-mahasiswanya.
Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan
melestarikan benda-benda
seni
maupun nonseni kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Yayasan tersebut didirikan pada tanggal
1 Juni 1978 oleh delapan
putra-putri Soekarno yaitu
Guntur Soekarnoputra,
Megawati Soekarnoputri,
Rachmawati Soekarnoputri,
Sukmawati Soekarnoputri,
Guruh Soekarnoputra,
Taufan Soekarnoputra,
Bayu Soekarnoputra, dan
Kartika Sari Dewi Soekarno. Pada tahun
2003, Yayasan Bung Karno
membuka stan di Arena
Pekan Raya Jakarta. Di stan tersebut
ditampilkan video pidato Soekarno berjudul "Indonesia Menggugat" yang
disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno
menjadi presiden. Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai cenderamata
Soekarno dijual di stan tersebut. Di antaranya adalah kaus, jam
emas, koin emas,
CD berisi pidato Soekarno,
serta kartu pos Soekarno.
Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku memiliki harta benda
warisan Soekarno. Soenuso mengaku merupakan mantan sersan dari
Batalyon Artileri
Pertahanan Udara Sedang Ia pernah menunjukkan benda-benda yang dianggapnya
sebagai warisan Soekarno itu kepada sejumlah wartawan di rumahnya di
Cileungsi,
Bogor. Benda-benda
tersebut antara lain sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar
dalam register emas JM
London,
emas putih dengan cap tapal kuda JM Mathey London serta plakat
logam berwarna kuning
dengan tulisan ejaan lama berupa
deposito hibah. Selain itu terdapat pula uang
UBCN (
Brasil)
dan
Yugoslavia
serta sertifikat deposito
obligasi garansi di
Bank Swiss dan Bank NetherlandMeskipun
emas yang ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun belum ada pakar yang
memastikan keaslian dari emas tersebut.
Penghargaan
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar
Doktor Honoris Causa
dari 26
universitas
di dalam dan luar negeri. Perguruan tinggi dalam negeri yang memberikan gelar
kehormatan kepada Soekarno antara lain
Universitas Gajah Mada (19 September 1951),
Institut Teknologi Bandung (13 September 1962),
Universitas Indonesia (2 Februari 1963),
Universitas Hasanuddin (25 April 1963),
Institut Agama Islam
Negeri Jakarta (2 Desember 1963),
Universitas Padjadjaran (23 Desember 1964), dan
Universitas Muhammadiyah (1 Agustus 1965). Sementara itu,
Universitas Columbia (
Amerika Serikat),
Universitas Berlin (
Jerman),
Universitas Lomonosov (
Rusia) dan
Universitas Al-Azhar (
Mesir) merupakan beberapa
universitas luar negeri yang menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris
Causa.
Pada bulan
April 2005, Soekarno yang sudah
meninggal selama 35 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden
Afrika Selatan
Thabo Mbeki.
Penghargaan tersebut adalah penghargaan bintang kelas satu
The Order of the
Supreme Companions of OR Tambo yang diberikan dalam bentuk
medali,
pin,
tongkat, dan
lencana yang semuanya
dilapisi
emas.
Soekarno mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan
solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah
menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan
penjajahan
dan membebaskan diri dari
apartheid. Acara penyerahan penghargaan
tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di
Pretoria
dan dihadiri oleh Megawati Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima
penghargaan.
Kresna (
Dewanagari:
कृष्ण;
IAST:
kṛṣṇa; dibaca
[ˈkr̩ʂɳə])
adalah salah satu
dewa yang dipuja oleh
umat Hindu,
berwujud pria berkulit gelap atau biru tua, memakai
dhoti kuning dan
mahkota
yang dihiasi bulu
merak.
Dalam
seni lukis
dan
arca,
umumnya ia digambarkan sedang bermain seruling sambil berdiri dengan kaki yang
ditekuk ke samping. Legenda Hindu dalam kitab
Purana dan
Mahabharata
menyatakan bahwa ia adalah putra kedelapan
Basudewa
dan
Dewaki,
bangsawan dari
kerajaan Surasena, kerajaan mitologis di
India Utara.
Secara umum, ia dipuja sebagai
awatara (
inkarnasi)
Dewa Wisnu
kedelapan di antara
sepuluh awatara Wisnu. Dalam beberapa tradisi
perguruan Hindu, misalnya
Gaudiya Waisnawa,
ia dianggap sebagai manifestasi dari kebenaran mutlak, atau perwujudan Tuhan
itu sendiri,
[1] dan dalam
tafsiran kitab-kitab yang mengatasnamakan
Wisnu atau Kresna,
misalnya
Bhagawatapurana, ia dimuliakan sebagai
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dalam
Bhagawatapurana, ia digambarkan
sebagai sosok
penggembala muda yang mahir bermain
seruling,
sedangkan dalam
wiracarita Mahabharata
ia dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijaksana, sakti, dan berwibawa. Selain
itu ia dikenal pula sebagai tokoh yang memberikan ajaran filosofis, dan umat
Hindu meyakini
Bhagawadgita sebagai kitab yang memuat
kotbah Kresna kepada
Arjuna tentang ilmu
rohani.
Kisah-kisah mengenai Kresna muncul secara luas di berbagai ruang lingkup
agama Hindu, baik dalam tradisi filosofis maupun teologis. Berbagai tradisi
menggambarkannya dalam berbagai sudut pandang: sebagai dewa kanak-kanak, tukang
kelakar, pahlawan sakti, dan Yang Mahakuasa. Kehidupan Kresna dibahas dalam
beberapa
susastra Hindu, yaitu
Mahabharata,
Hariwangsa,
Bhagawatapurana, dan
Wisnupurana.
Pemujaan terhadap
dewa atau pahlawan yang disebut Kresna—dalam
wujud
Basudewa,
Balakresna
atau
Gopala—dapat
ditelusuri sampai awal
abad ke-4 SM. Pemujaan Kresna sebagai
Swayam Bhagawan,
atau Tuhan Yang Mahakuasa, yang dikenal sebagai
Kresnaisme,
muncul pada Abad Pertengahan dalam situasi
Gerakan Bhakti.
Dari
abad ke-10
M, Kresna
menjadi subjek favorit dalam seni pertunjukan. Tradisi pemujaan di
masing-masing daerah mengembangkan berbagai macam wujud/aspek Kresna seperti
Jagadnata
di
Orissa,
Witoba di
Maharashtra
dan
Shrinathji di
Rajasthan.
Sekte
Gaudiya Waisnawa yang terpusat pada pemujaan
kepada Kresna didirikan pada
abad ke-16, dan sejak tahun
1960-an
juga telah menyebar di
Dunia Barat, sebagian besar disebabkan oleh
organisasi
Masyarakat Internasional Kesadaran
Kresna (
International Society for Krishna Consciousness -
ISKCON).
Kata
kṛṣṇa
dalam
bahasa Sanskerta pada dasarnya merupakan
kata sifat
yang berarti "hitam", "gelap" atau "biru tua".
Kata tersebut berhubungan dengan kata
čьrnъ (
crn, 'hitam') dalam
rumpun bahasa Slavia. Sebagai kata benda
feminin, kata
kṛṣṇā
digunakan dengan makna "malam, hitam, kegelapan" dalam kitab suci
Regweda,
dan sebagai iblis atau jiwa kegelapan dalam
mandala (bab)
IV
Regweda.
Untuk
nama diri, kata
Kṛṣṇa
muncul dalam mandala VIII sebagai nama seorang
penyair.
Sebagai salah satu nama
Wisnu,
kata "K
ṛṣṇa"
terdaftar sebagai nama ke-57 dalam kitab
Wisnu Sahasranama
(Seribu Nama Wisnu). Berdasarkan nama tersebut, Kresna seringkali digambarkan
dalam
arca
dengan kulit hitam maupun biru.
Kresna juga dikenal dengan berbagai macam
nama, julukan, dan gelar,
yang mencerminkan berbagai atribut dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Dalam
kitab
Mahabarata
dan
Bhagawadgita,
Kresna disebut dengan berbagai nama, sesuai karakteristiknya. Beberapa nama
tersebut diantaranya:
Acyuta
(yang kekal; teguh);
Arisudana (penghancur musuh);
Bagawan
(Yang Mahakuasa);
Gopala
(pelindung sapi);
Gowinda (penggembala sapi);
Hresikesa
(penguasa indria);
Janardana (juru selamat umat manusia);
Kesawa (yang berambut
indah);
Kesinisudana (pembunuh raksasa
Kesi);
Madawa (suami
dewi keberuntungan);
Madusudana
(pembunuh raksasa Madhu);
Mahabahu (yang berlengan perkasa);
Mahayogi
(rohaniwan agung);
Purusottama (manusia utama, yang berkepribadian
paling baik);
Warsneya (keturunan
Wresni);
Basudewa;
Wisnu;
Yadawa
(keturunan
Yadu);
Yogeswara
(penguasa segala kekuatan batin).
Di antara berbagai namanya, yang terkenal adalah
Gowinda,
"penggembala sapi", atau
Gopala, "pelindung para
sapi", merujuk kepada pengalaman masa kecil Kresna di
Braj. Beberapa nama
lainnya dianggap penting bagi wilayah tertentu; misalnya,
Jagatnata
(penguasa alam semesta), terkenal di
Puri, India Timur.
Penggambaran
Kresna dapat dikenali secara mudah dengan mengamati atribut-atributnya.
Dalam wujud
arca,
Kresna digambarkan berkulit hitam atau gelap, atau bahkan putih. Dalam budaya
pewayangan Jawa, Kresna digambarkan
berkulit hitam, sedangkan di
Bali,
ia digambarkan berkulit hijau. Dalam penggambaran umum misalnya lukisan modern,
Kresna biasanya digambarkan sebagai pemuda berkulit biru. Warna hitam merupakan
warna Dewa
Wisnu
menurut konsep
Nawa Dewata, sedangkan
biru melambangkan
keberanian, kebulatan tekad, pikiran yang mantap dalam menghadapi situasi
sulit, serta kesadaran yang sempurna. Warna biru juga melambangkan langit dan
laut, masing-masing bermakna luas dan dalam yang membentuk suatu
ketidakterbatasan, sama halnya seperti
Wisnu.
Dia seringkali tampil dengan
dhoti
(semacam
kemben) berbahan
sutra berwarna kuning,
melambangkan cahaya yang melenyapkan kegelapan. Kepalanya dihiasi mahkota
dengan bulu
merak,
melambangkan
galaksi
berwarna-warni dalam kegelapan, atau pusat energi di atas
indria.
Penggambaran umum biasanya menampilkannya
sebagai anak kecil, atau seorang lelaki dalam gaya santai, sedang memainkan
seruling. Dalam wujud ini,
ia biasanya ditampilkan berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Kadangkala
ditemani para
sapi,
menegaskan posisinya sebagai penggembala ilahi (
Govinda). Dalam
agama Hindu,
sapi dianggap suci karena melambangkan
Ibu Pertiwi.
Peran Kresna sebagai kusir kereta
Arjuna di medan perang
Kurukshetra,
seperti yang tergambar dalam
wiracarita Mahabharata,
adalah subjek umum lain dalam penggambaran Kresna. Dalam hal ini, ia
ditampilkan sebagai sosok pria, seringkali dengan karakteristik dewa-dewi dalam
kesenian Hindu, misalnya banyak lengan maupun kepala, dan dengan atribut Wisnu,
misalnya
cakra. Sebagai seorang kusir biasa, ia
ditampilkan dengan dua lengan. Lukisan gua dari masa 800 SM di
Mirzapur,
Uttar Pradesh,
India Utara, yang menampilkan pertempuran kusir-kusir kereta kuda, salah satu
di antaranya tampak akan melemparkan cakram yang kemungkinan besar dapat
dikenali sebagai Kresna.
[15]
Penggambaran dalam kuil seringkali menampilkan Kresna sebagai seorang pria
yang berdiri tegak, dalam gaya formal. Dapat ditampilkan sendirian, dapat pula
dengan figur terkait dengannya:
Balarama (Baladewa — kakaknya) dan
Subadra (saudari
tirinya), atau istrinya yang utama yaitu
Rukmini
dan
Satyabama.
Seringkali Kresna digambarkan bersama dengan kekasihnya dari kaum
gopi (wanita pemerah
susu),
Radha.
Sekte
Waisnawa
di
Manipur
tidak memuja Kresna saja, tetapi juga aspeknya sebagai
Radha Krishna, kombinasi
antara Kresna dan Radha. Hal ini juga merupakan karakteristik dari aliran
Rudra Sampradaya dan
Nimbarka sampradaya, demikian pula
aliran kepercayaan Swaminarayan.
Tradisi tersebut memuliakan
Radha Ramana, yang
dipandang oleh pengikut
Gaudiya sebagai wujud Radha Krishna.
Kresna juga digambarkan dan dipuja sebagai anak kecil (
Balakresna),
dengan posisi merangkak atau menari, biasanya dengan
mentega
di tangannya. Perbedaan di masing-masing daerah tentang penggambaran Kresna dapat
teramati dalam wujudnya yang bermacam-macam, misalnya
Jagadnata
di
Orissa,
Witoba di
Maharashtra[ dan
Shrinathji di
Rajasthan.
Kehidupan
Riwayat Kresna dapat disimak dalam kitab
Mahabharata,
Hariwangsa,
Bhagawatapurana,
Brahmawaiwartapurana, dan
Wisnupurana.
Latar belakang kehidupan Kresna pada masa kanak-kanak dan remaja adalah
India Utara, yang mana
sekarang merupakan wilayah negara bagian
Uttar Pradesh,
Bihar,
Haryana,
sementara lokasi kehidupannya sebagai pangeran di
Dwaraka
sekarang dikenal sebagai negara bagian
Gujarat.
Kelahiran
Menurut kepercayaan tradisional yang berdasarkan data-data dalam sastra dan
perhitungan
astronomi Hindu, hari kelahiran Kresna yang dikenal sebagai
Janmashtami,
[36]
jatuh pada tanggal 19 Juli tahun 3228 SM.
Menurut
Itihasa
(wiracarita Hindu) dan
Purana
(mitologi Hindu), Kresna merupakan anggota keluarga bangsawan di
Mathura,
ibukota
kerajaan Surasena di
India Utara
(kini kawasan
Uttar Pradesh). Ia terlahir sebagai putra
kedelapan
Basudewa
(putra Raja
Surasena)
dan
Dewaki
(keponakan Raja
Ugrasena).
Orang tuanya termasuk kaum
Yadawa
atau keturunan
Yadu,
putra raja legendaris
Yayati.
Raja
Kangsa,
kakak sepupu Dewaki, mewarisi tahta setelah menjebloskan ayahnya sendiri ke
penjara, yaitu
Ugrasena.
Pada suatu ketika, ia mendengar ramalan yang menyatakan bahwa ia akan mati di
tangan salah satu putra Dewaki. Karena mencemaskan nasibnya, ia mencoba
membunuh Dewaki, namun Basudewa mencegahnya. Basudewa menyatakan bahwa mereka
bersedia dikurung dan berjanji akan menyerahkan setiap putra mereka yang baru
lahir untuk dibunuh. Setelah enam putra pertamanya terbunuh, dan Dewaki
kehilangan putra ketujuhnya, maka lahirlah Kresna. Karena hidup Kresna terancam
bahaya, maka ia diselundupkan keluar penjara oleh Basudewa dan dititipkan pada
Nanda dan
Yasoda, sahabat Basudewa
di
Vrindavan.
Dua saudaranya yang lain juga selamat yaitu,
Baladewa
alias
Balarama
(putra ketujuh Dewaki, dipindahkan secara ajaib ke janin
Rohini, istri pertama
Basudewa) dan
Subadra
(putra dari Basudewa dan Rohini yang lahir setelah Baladewa dan Kresna).
Menurut kitab
Bhagawatapurana, Kresna lahir tanpa
hubungan seksual,
melainkan melalui "transmisi mental" dari pikiran Basudewa ke rahim
Dewaki. Umat Hindu
meyakini bahwa pada masa itu, jenis ikatan tersebut dapat dilakukan oleh
makhluk-makhluk yang mencapainya. Tempat yang dipercaya oleh para pemujanya
untuk memperingati hari kelahiran Kresna kini dikenal sebagai
Krishnajanmabhumi,
dimana sebuah kuil didirikan untuk memberi penghormatan kepadanya.
Masa kanak-kanak dan
remaja
Kresna dibesarkan oleh
Nanda dan
Yasoda, anggota komunitas
penggembala
sapi yang ada di
Vrindavana.
Kisah masa kanak-kanak dan remaja Kresna menceritakan bagaimana ia menjadi
seorang penggembala sapi, tingkah nakalnya sebagai
makhan chor (pencuri
mentega),
kegagalan
Kangsa
dalam membunuhnya, dan perannya sebagai pelindung rakyat Vrindavana. Pada masa
kecilnya, Kresna telah melakukan berbagai hal yang menakjubkan. Ia membunuh
berbagai
raksasa—di
antaranya
Putana
(raksasa wanita),
Kesi
(raksasa kuda),
Agasura
(raksasa ular)—yang diutus oleh Kangsa untuk membunuh Kresna. Ia juga
menjinakkan naga
Kaliya, yang telah
meracuni air sungai
Yamuna
dan menewaskan banyak penggembala. Dalam kesenian Hindu, seringkali Kresna
digambarkan sedang menari di atas kepala naga
Kaliya yang bertudung
banyak. Jejak kaki Kresna memberi perlindungan kepada Kaliya sehingga
Garuda—musuh para
naga—tidak akan berani menganggunya.
Kresna dipercaya mampu mengangkat
bukit Gowardhana
untuk melindungi penduduk Vrindavana dari tindakan
Indra, pemimpin para
dewa yang
semena-mena dan mencegah kerusakan lahan hijau Gowardhana. Indra dianggap sudah
terlalu besar hati dan marah ketika Kresna menyarankan rakyat Vrindavana untuk
merawat hewan dan lingkungan yang telah menyediakan semua kebutuhan mereka,
daripada menyembah Indra setiap tahun dengan menghabiskan sumber daya mereka.
[43][44]
Gerakan spiritual yang dimulai oleh Kresna memiliki sesuatu di dalamnya yang
melawan bentuk
ortodoks
penyembahan
dewa-dewa Weda seperti
Indra.
Kisah permainannya dengan para
gopi (wanita pemerah
susu) di Vrindavana, khususnya
Radha
(putri Wresabanu, salah seorang penduduk asli Vrindavana) dikenal sebagai
Rasa lila dan
diromantisir dalam puisi karya
Jayadeva, penulis
Gita Govinda.
Hal ini menjadi bagian penting dalam perkembangan tradisi
bhakti Kresna
yang memuja
Radha Krishna.
Permata Syamantaka
Pada suatu ketika,
Satrajit, kerabat jauh Kresna menerima permata
Syamantaka dari
Dewa Surya.
Kresna menyarankan agar permata itu diserahkan kepada
Ugrasena—raja
kaum
Yadawa—namun
Satrajit menolaknya.
Prasena, saudara Satrajit membawa permata itu
saat berburu dan tidak pernah kembali lagi. Satrajit menuduh Kresna telah
membunuh Prasena karena menginginkan permata itu. Untuk membersihkan nama
baiknya, Kresna melacak jejak Prasena. Akhirnya ia mendapati bahwa Prasena
telah dibunuh seekor hewan buas, dan permata Syamantaka tidak ditemukan pada
jenazahnya. Ia mengikuti jejak hewan yang membunuh Prasena, hingga mendapati
bangkai seekor singa. Ia tidak menemukan permata Syamantaka ada pada bangkai
tersebut. Akhirnya ia mengikuti jejak pembunuh singa tersebut, dan sampai di
kediaman seekor beruang bernama
Jembawan. Di tempat tersebut ia mendapati bahwa
permata Syamantaka tersimpan di sana.
Kresna meminta Jembawan menyerahkan permata Syamantaka, namun permintaannya
ditolak sehingga mereka berkelahi. Setelah Jembawan menyadari siapa
sesungguhnya Kresna, ia menyerah dan menjelaskan bahwa ia mendapatkan permata
itu dari seekor singa. Ia pun menyerahkan permata Syamantaka beserta putrinya
yang bernama
Jambawati
untuk dinikahi Kresna. Setelah Kresna kembali dari penyelidikannya, dan
menyerahkan Syamantaka kepada Satrajit, maka Satrajit merasa malu karena sudah
berprasangka buruk terhadap Kresna. Untuk memperbaiki hubungan di antara
mereka, ia menikahkan putrinya yang bernama
Satyabama
kepada Kresna.
Baratayuda dan Bhagawadgita
Perselisihan antara para
Pandawa dan
Korawa—sepupu
mereka—dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan para Pandawa atas sikap para Korawa
yang menghalalkan segala cara agar tahta
kerajaan Kuru
tidak jatuh ke tangan
Yudistira—yang tersulung di antara
Pandawa—sebagai putra mahkota tertua. Kresna bertindak sebagai juru damai,
namun upaya perundingan gagal karena para Korawa—yang dipimpin
Duryodana—tidak
mau mengalah. Di samping itu, Duryodana senantiasa dihasut oleh pamannya,
Sangkuni.
Saat keputusan perang tidak terelakkan lagi, hampir seluruh raja di
Bharatawarsha
(
India)
diminta untuk berpartisipasi, dan akhirnya semuanya menjadi dua pihak, yaitu
pihak Pandawa dan Korawa. Kresna menawarkan kesempatan kepada dua pihak untuk
memilih pasukannya atau dirinya sendiri, namun dengan kondisi tidak membawa
senjata apapun.
Arjuna
yang mewakili Pandawa memilih agar Kresna berada di pihaknya, sedangkan
Duryodana—pemimpin para Korawa—memilih pasukan Kresna. Saat tiba waktunya untuk
berperang, Kresna bertindak sebagai kusir kereta perang Arjuna, karena sesuai
dengan perjanjian bahwa ia tidak akan membawa senjata apapun.
Saat meninjau angkatan perang dan
mengamati pihak yang akan berperang, Arjuna menjadi ragu setelah menyaksikan
keluarga, sepupu, kerabat, serta kawan-kawan yang dicintainya bersiap-siap
untuk membunuh satu sama lain. Kemudian Kresna menasihati Arjuna tentang perang
yang akan dihadapinya. Percakapan tersebut meluas menjadi suatu wacana dan
menjadi kitab tersendiri, dikenal sebagai Bhagawadgita
'Kidung Ilahi'.[56]
Dalam Bhagawadgita, Kresna menguraikan ajaran Iswara (ketuhanan),
jiwa,
dharma
(kewajiban), prakerti (alam
semesta), dan kala
(waktu).[57]
Kresna juga menjelaskan bahwa tujuannya berada di dunia adalah untuk
menyelamatkan orang saleh dan membinasakan orang jahat. Kutipan yang terkenal
adalah:
“
|
Kapanpun dan dimanapun kebajikan
merosot, dan kejahatan merajalela, pada saat itulah aku menjelma, wahai
keturunan Bharata (Arjuna). Untuk menyelamatkan orang saleh dan menghukum
orang jahat, serta menegakkan kebenaran, aku lahir dari zaman ke zaman. (Bhagawadgita, 4:7–8)
|
”
|
Saat Yudistira
merasa tertekan atas kekalahan yang diterima pihaknya pada hari pertama, Kresna
tetap optimis bahwa kemenangan sudah pasti akan diraih Yudistira karena ia
bertindak di jalan yang benar dan telah mendapat restu dari Bisma—kakeknya sendiri,
sekaligus kesatria tua yang harus dihadapinya dalam perang itu—sesaat sebelum
perang dimulai. Seperti halnya Kresna, Bisma juga berkata bahwa kemenangan
pasti akan diraih Yudistira dan ia mendoakan cucunya itu agar mencapai
kejayaan, meskipun mereka harus saling menyerang dalam perang.
Seringkali Kresna meminta Arjuna agar
segera mengalahkan Bisma,
kakek para Pandawa dan Korawa. Keraguan Arjuna membuat Kresna marah sehingga ia
mencopot roda keretanya sebagai pengganti cakram untuk
membunuh Bisma. Akan tetapi tindakannya segera dicegah oleh Arjuna yang
berjanji bahwa ia akan mengalahkan kesatria tua tersebut pada hari berikutnya.
Setelah para Pandawa mengetahui kelemahan Bisma, pada hari berikutnya, Kresna
menginstruksikan Srikandi, putra Raja Drupada
agar menghadapi Bisma, dengan ditemani oleh Arjuna. Bisma, yang merasa bahwa
Srikandi telah dilahirkan untuk membunuhnya, sulit menghindari serangan Arjuna
yang bersembunyi di belakang Srikandi. Akhirnya Bisma dikalahkan pada hari
kesepuluh.
Kresna juga membantu Arjuna dalam membunuh
Jayadrata,
kesatria Korawa yang menahan para Pandawa dalam usaha menyelamatkan
Abimanyu—putra
Arjuna—yang terkurung dalam formasi
Cakrabyuha
dan terbunuh oleh serangan serentak yang dilancarkan delapan kesatria Korawa.
Kresna juga meruntuhkan semangat
Drona—komandan
tentara Korawa, pengganti Bisma—setelah ia memberi isyarat pada
Bima untuk membunuh seekor
gajah perang
bernama Aswatama, nama yang serupa dengan nama
putra semata wayang
Drona. Pandawa berteriak bahwa Aswatama mati, namun Drona enggan
mempercayainya sebelum ia mendengar langsung dari
Yudistira
yang dikenal sebagai orang yang tidak pernah berbohong. Kresna tahu bahwa
Yudistira tidak akan berdusta, maka ia mengatur siasat agar Yudistira tidak
berbohong namun Drona menganggap putranya telah gugur. Saat ditanya oleh Drona,
Yudistira berkata, "Aswatama mati. Entah gajah, entah manusia."
Tetapi setelah Yudistira mengucapkan kalimat pertama, tentara Pandawa yang
telah diperintah oleh Kresna segera membuat kegaduhan dengan membunyikan
genderang perang dan
sangkakala, sehingga Drona tidak mendengar
kalimat kedua yang diucapkan Yudistira dan percaya bahwa putranya telah gugur.
Setelah dilanda dukacita, Drona meletakkan senjatanya, dan kesempatan itu
dimanfaatkan oleh
Drestadyumna untuk memenggal kepalanya.
Saat Arjuna bertarung melawan
Karna,
roda kereta Karna terperosok ke dalam genangan lumpur. Saat Karna mencoba
mengangkat keretanya dari lumpur, Kresna mengingatkan Arjuna tentang tindakan
Karna dan Korawa lainnya yang telah melanggar peraturan dalam peperangan saat
menyerang dan membunuh
Abimanyu secara serentak, dan ia meyakinkan
Arjuna untuk menempuh cara yang sama untuk membunuh Karna. Maka Arjuna
memenggal kepala Karna saat kesatria itu sedang berusaha mengangkat keretanya
dari lumpur.
Menjelang hari puncak peperangan,
Duryodana
menemui
Gandari,
ibunya untuk meminta anugerah agar seluruh tubuhnya kebal dari segala serangan.
Untuk itu, ia harus datang dalam keadaan telanjang bulat. Kresna
mengolok-oloknya sehingga ia menjadi malu. Ia memutuskan untuk menutupi
selangkangannya dengan kulit pisang saat menemui ibunya. Setelah Duryodana
tiba, Gandari membuka penutup matanya dan mencurahkan kekuatan dari matanya ke
tubuh Duryodana, tetapi ia kecewa setelah mengetahui bahwa Duryodana menutupi
selangkangan dan paha sehingga daerah itu tidak akan kebal. Ketika Duryodana
bertarung dengan
Bima, serangan Bima tidak berpengaruh bagi
Duryodana. Untuk menyelesaikannya, Kresna mengingatkan Bima akan janjinya untuk
membunuh Duryodana dengan cara memukul pahanya. Bima pun melakukannya, meskipun
melanggar peraturan (mengingat bahwa Duryodana sendiri telah melanggar
dharma pada perbuatannya
pada masa lalu). Dengan demikian, strategi Kresna telah membantu Pandawa
memenangkan perang dengan menjatuhkan seluruh pemimpin tentara Korawa, tanpa
perlu mengangkat senjatanya. Ia juga menghidupkan kembali
Parikesit,
cucu Arjuna yang diserang dengan senjata
Brahmastra oleh
Aswatama
saat berada di dalam janin ibunya. Di kemudian hari, Parikesit menjadi penerus
Pandawa.
Arti
Lambang Provinsi DKI Jakarta
#
Makna Gambar dalam Lambang Provinsi DKI Jakarta
- Pintu
Gerbang
adalah lambang Kekhususan Jakarta sebagai pintu keluar masuk
kegiatan-kegiatan nasional dan hubungan internasional.
- Tugu
Nasional adalah
lambang Kemegahan, Daya Juang dan Cipta.
- Padi
dan Kapas
adalah lambang Kemakmuran.
- Ombak
Laut
adalah lambang Kota, Negeri Kepulauan.
- Sloka
"Jaya Raya" adalah Slogan Perjuangan Jakarta.
- Perisai
Segilima adalah
melambangkan Pancasila.
#
Arti Warna Dalam Lambang Provinsi DKI Jakarta
- Warna
Emas pada pinggir Perisai, adalah lambang Kemuliaan Pancasila.
- Warna
Merah pada Sloka, adalah lambang Kepahlawanan.
- Warna
Putih pada Pintu Gerbang, adalah lambang Kesucian.
- Warna
Kuning pada Padi, Hijau, Putih dan Kapas, adalah lambang Kemakmuran dan
Keadilan.
- Warna
Biru, adalah lambang angkasa bebas dan luas.
- Warna
Putih, adalah lambang alam laut yang kasih.